Friday, July 31, 2015

Catatan Akhir Kuliah

SPOILER ALERT

Senin kemarin saya berkesempatan menonton premier Film Catatan Akhir Kuliah. Saya mendapatkan tiket gratis karena adik saya, C, ikut berperan dalam Film sebagai figuran. 
Dulu saya yang menyuruh dia ikutan casting, "daripada kamu galau skripsi, mending ikutan aja main film, buat ngisi waktu luang". Saya menyuruh dia casting untuk peran Ajeb, karena karakter adik saya yang mirip-mirip dengan Ajeb yang asli-sorry little brother :p


catatan akhir kuliah

Catatan Akhir Kuliah adalah film yang diangkat dari buku karangan Sam Maulana, teman seangkatan dan sejurusan saya waktu kuliah dulu di Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor,

Sebenarnya cerita di film ini sederhana saja, tentang perjuangan seorang mahasiswa di kampus dalam menggapai cita dan cintanya. Tapi kesederhanaan inilah yang menurut saya menarik. Kesederhanaanya membuat saya ikut hanyut dalam cerita. Terlebih syuting yang dilakukan di kampus IPB pun mendukung suasana nostalgia akan kampus tercinta.

Cerita ini mengisahkan perjuangan Sam bersama kedua sahabatnya Ajeb, dan Sobari. Sam adalah seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja, memilih jurusan pun karena mengikuti teman SMAnya, Tika. Sedangkan Ajeb adalah sahabat Sam yang 'agak aneh' dan Sobari adalah sahabat Sam yang pintar dengan tampang lumayan.
Saat awal kuliah, Sam dengan 'demokratis'nya terpilih sebagai Komti kelas (yang meskipun terdengar agak bergengsi tapi arti sebenarnya adalah bertanggung jawab atas fotokopian materi kuliah mahasiswa satu kelas :'( ). Tapi dengan 'demokratis'nya Sam menunjuk lagi orang kedua sebagai PJ fotokopian. Saya masih ingat sekali dulu ketika saya terpilih jadi 'tukang fotokopi' kelas, ditunjuk oleh Sam nya kelas saya, sahabat saya RS tertawa terbahak-bahak atas nasib saya kala itu.

Kemudian di sela-sela kuliah yang padat,  Sam mengikuti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), satu kelompok dengan teman-teman berbeda angkatan dan jurusan, merasa begitu percaya diri akan menjadi juara tapi akhirnya kecewa karena gagal. Tapi tetap bersyukur karena dengan mengikuti PKM-lah bisa mendapat kesempatan bertemu dan berjuang bersama teman-teman. Dan untuk Sam, dia bisa PeDeKaTe dengan sang pujaan hati, meskipun pada akhirnya kecewa karena sang gebetan ternyata sudah ada yang punya. #LOL
"Jangan pernah takut untuk mencoba, kita belajar dari kegagalan, dan saat kita sukses kegagalan akan menjadi kenangan yang membuat kita tersenyum."

Film ini juga menceritakan perjuangan Sam menyelesaikan skripsi dimana berkali-kali dicoret dan ditolak oleh dosen, sementara sahabat-sahabatnya sudah mulai mengerjakan penelitiannya. Saya juga ingat dulu saya sampai hopeless karena berbagai judul yang saya ajukan ditolak semua, tapi beruntunglah kita yang memiliki sahabat yang selalu mendukung kita. :)

Credit Title, ada nama Sam Maulana dan adik saya loh :D

Menariknya film ini disajikan dengan gaya skripsi, dimulai dari Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Pembahasan, sampai pada Kesimpulan.  Kita juga bisa melihat Sam Maulana menjadi cameo di film ini. Saya sempat tertawa saat melihat adegan itu (Sam mendingan Anda nulis aja deh, jangan main film #hahaha)
Serunya kita juga bisa melihat Bima Arya, walikota Bogor, berperan sebagai dosen di mata kuliah Ilmu Pengolahan Daging, juga Mario Teguh yang berperan sebagai dirinya sendiri.


Perkenalan pemain saat gala premiere

Banyak teman saya yang bertanya "Gimana, bagus gak filmya?"
Hmm. Saya tidak bisa berkata banyak, tapi yang pasti Saya merekomendasikan untuk nonton film ini bagi semua yang pernah, sedang, atau akan jadi mahasiswa.


Thursday, July 30, 2015

La philosophie de cafe

Note: This is an old post-I kept this on draft for months, to lazy to post :(

As a coffee lover, and a fan of Dee Dewi Lestari, an author who always write out of the box. I did not want to miss the Philosophy of Coffee movie which based on the short story compilation with the same title.



This movie is great for Indonesian standard, the story is simple but meaningful. it's also shows a lot of Jakarta's young adult culture, such as hang out at the cafe, drinking coffee while having a chit-chat and of course did not forget to update their status on social media. There is a moment where the main character Rio Dewanto have a conflict with Chicco, where Chicco did not agree for Wi-Fi, but Rio insists it due to their need to increase their profit and to attract people.

The story also took place at Ijen, even tough it didn't show the magnificent nature of Ijen.
I have not going to too many place in Indonesia, but I can say that Ijen Cave is one of the best.
Okay, its hard to go there. But dont give up. I have asthma, and its occur when I climbed that Ijen mountain, but I wont stop. I'm stubborn, and I hate being left behind. So I insisted to kept climbed that mountain. I need to take a rest several times and take a deep breath. But finally I succeed climbing to the top of the mountain and WOW the scenery is really amazing. I think the effort to get there is comparable with the magnificent scenery of Ijen. 

Back to the movie, this movie tells us that every coffee has its own philosophy and the best coffee is the one that we raise with full of love. So do everything in your life with love. Do your job with love, do your study with love.

Don't waste your energy by hating people. Okay, sometimes I being angry, but I always try not to. That way will makes your life more beautiful.


Bumi, Dimensi Lain, dan Dunia Imaji

Belum lama ini saya membaca novel berjudul Bumi karangan Tere Liye. Saya tertarik bukan karena novel ini menjadi Best Seller di salah satu toko buku ternama di Indonesia, tapi lebih karena ringkasan cerita di sampul bukunya tentang seorang remaja yang bisa menghilang.

Novel yang cukup seru, dan bikin saya penasaran akan kelanjutannya. Apalagi sulit rasanya menemukan novel Indonesia yang bergenre fantasi.

Novel ini membuat saya teringat akan hobi saya waktu kecil (SD-SMP) yaitu menulis cerita. Saya ingat sekali saya menulis cerita itu di MS.Word kemudian diberi password (yang sepertinya 4L4Y) dan disimpan di disket, yang sekarang ada entah dimana. Dan kalaupun ditemukan saya tidak yakin bisa membukanya. :(

Saya ingat waktu kecil saya sering sekali berkhayal dengan puluhan boneka-boneka yang saya miliki, terkadang saya juga berkhayal bersama adik saya (yang notabene adalah laki2 ;p). Ekstrimnya kadang kami berkhayal (kalau tidak mau dibilang bermain boneka) di atas atap rumah dan di atas pohon. Boneka-boneka ini juga lah yang menjadi inspirasi tokoh-tokoh dalam cerita-cerita saya dulu.


Kembali ke Bumi, Novel ini pada dasarnya bercerita tentang seorang remaja perempuan bernama Raib yang bisa menghilang. Di tengah cerita dijelaskan ternyata Raib bukanlah mahluk Bumi. Dan Planet Bumi ternyata memiliki beberapa dimensi yang di setiap dimensinya berjalan kehidupan masing-masing. Novel Bumi ini terdiri dari (mungkin)4 jilid yaitu Bumi, Bulan, Matahari (segera terbit), dan (mungkin lagi) Bintang. 

Membaca Bumi membuat saya  jadi ingat di kala remaja (sekitar kelas X-XII) saya sering sekali bermimpi (mimpi di dalam tidur loh, bukan mimpi di siang bolong) dimana saya terlibat di suatu peristiwa yang membawa saya ke sebuah petualangan menembus dimensi, dan mimpi ini sering kali bersambung di hari-hari berikutnya. Pernah saya mimpi yang seru sekali sampai-sampai saya malas bangun (atau memang dasarnya pemalas ya?) 

Saya pernah bertanya kepada teman, apakah mereka pernah bermimpi semacam ini, dan mereka bilang tidak, mimpi mereka lebih banyak mengarah ke cerita percintaan alias roman picisan.
Ada yang bilang mimpi itu menggambarkan harapan atau perasaan di lubuk hati dan alam bawah sadar kita.  Lantas saya bertanya ke teman saya "oke, kamu mimpiin si X karena naksir dia, nah terus mimpi saya menggambarkan apa dong?" Teman saya menjawab "Tau deh, Kamu kebanyakan baca komik kali, sekali-sekali pacaran makanya" Saya lantas menyesal sudah bertanya ke dia.

Setelah memasuki dunia kerja, saya mulai jarang membaca apalagi menulis cerita, menulis blog pun jarang-jarang saya lakukan. Apalagi di zaman sekarang dimana internet seperti menjadi denyut nadi kehidupan. Yang tanpanya masyarakat urban seperti kehilangan akal, bingung berbuat apa. 
Setiap ada ide menulis ada saja alasan yang dibuat otak saya seperti "aduh, mending streaming drama dulu", "baca timeline dulu deh lagi seru", "main game dulu mumpung lagi banyak nyawanya" terus saja sampai akhirnya saya tertidur sambil menggenggam benda elektronik bernama ponsel.

Tapi membaca novel Tere Liye ini membangkitkan semangat saya untuk kembali menulis, kembali terbang ke dunia tak berbatas, Dunia Imaji.